Minggu, 20 Januari 2008

PERSPEKTIF ISLAM MENGENAI MASALAH GENDER

Selalu ramai dibicarakan dari masa ke masa mengenai masalah yang satu ini yaitu, permasalahan GENDER. Semua orang punya pandangan yang berbeda menanggapi hal ini, ada kelompok yang berjuang keras menginginkan persamaan gender, kelompok ini beranggapan semua manusia sama tidak bolah dibeda-bedakan baik dari aspek agama, suku, bangsa, warna kulit, bahasa, maupun dari jenis kelamin. Namun kenyataan yang ada saat ini kaum wanita masih dianggap kaum pinggiran yang lemah, posisi kaum wanita berada di bawah kaum pria. Ada juga kelompok yang bersikeras bahwa wanita memang dikodratkan sebagai pendamping kaum pria, bukan kaum yang memiliki peran utama, wanita hanya sebagai peran pembantu saja, kedudukan wanita memang tidak sejajar dengan kaum pria, begitu anggapan mereka.

Jika kita lihat masalah ini dalam kaca mata Islam, maka kita akan memperoleh pencerahan, di mana Islam menganggap semua manusia itu sama dan sejajar dihadapan Ilahi Rabbi. Perbedaan kedudukan manusia di hadapan Allah SWT hanya bisa dilihat dari ketakwaannya

Fakta ini akan sangat menarik bila dihubungkan dengan Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam. Al-Qur’an memaparkan dengan jelas dan rinci mengenai masalah gender dengan mengedepankan prinsip keadilan, kesetaraan dan kemitraan. Al-Qur’an tidak pula menafikan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan tetapi perbedaan tersebut bukanlah pembedaan yang menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Laki-laki dan perempuan dalam islam memiliki posisi, kewajiban dan hak-hak tertentu yang telah diatur dalam Al Qur`an dengan komposisinya masing-masing.

Tapi masih banyak pula orang islam yang berbeda paham menafsirkan ayat Al Qur`an mengenai masalah gender ini. Oleh karena itu, kita akan buka kembali ayat-ayat Al Qur`an yang membahas masalah gender, agar adanya kesatuan penafsiran sehingga masalah gender ini bisa ditanggapi dengan bijak oleh kita semua.


DEFINISI GENDER

Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Sedangkan menurut Hilary M. Lips dalam bukunya Sex and Gender: An Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Kata gender berasal dari bahasa Inggris, berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New World, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.

Wilson memahami konsep gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Meskipun kata gender belum termasuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, namun istilah tersebut telah lazim digunakan. Khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Pemberdayaan Perempuan dengan ejaan “jender” dan diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.
Pengertian lain tentang gender sebagaimana dirumuskan oleh Monsour Fakih, gender adalah suatau sifat yang melikat pada kaum laiki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Sifat gender yang melekat pada perempuan misalnya perempuan itu dikenal lemah, lembut, cantik emisional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa.

Sementara umar menyatakan bahwa gender dapat dipahami sebagai suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya. Menurutnya, Gender dalam hal ini merupakan suatu bentuk rekayasa masyarakat (Social Contructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati. Pendeknya, gender adalah jenis kelmin sosial dan bukan jenis kelamin yang terciptasecara kodrati.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis. secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari sudut sosial budaya. Dalam hal ini gender biasanya dikaitkan dengan pembagian atas dasar jenis kelamin dan klasifikasi berdasarkan jenis kelamin.


GENDER DALAM AL-QURAN

Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur`an yang artinya: "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[QS 12:18], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar". [QS 12:18] yang dimaksud dengan muslim di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya. Perspektif gender dalam Al-Quran tidak sekedar mengatur keserasian relasi gender, hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, tetapi lebih dari itu Al-Quran juga mengatur keserasian pola relasi antara manusia, alam dan Tuhan. Secara umum tampaknya Al-Quran mengakui adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan tetapi perbedaan tersebut bukanlah peebedaan yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Perbedaan tersebut dimaksudkan untuk mendukung obsesi Al-Quran yaitu terciptanya hubungan harmonis yang didasari rasa kasih sayang di lingkungan keluarga.

Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kodrat. “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS. Al-Qamar: 49). Para pakar mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kodrat. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah SWT lebih menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah menganugerahkannya kepada laki-laki.Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang asal kejadian perempuan adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 1,”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri (nafs) yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”

Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak dapat disangkal karena memiliki kodrat masing-masing. Perbedaan tersebut paling tidak dari segi biologis. Al-Quran mengingatkan, “Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan yang dianugerahkan Allah terhadap sebagian kamu atas sebagian yang lain. Laki-laki mempunyai hak atas apa yang diusahakannya dan perempuan juga mempunyai hak atas apa yang diusahakannya” (QS. An-Nisa’: 32)Ayat di atas mengisyaratkan perbedaan, dan bahwa masing-masing memiliki keistimewaan. Walaupun demikian, ayat ini tidak menjelaskan apa keistimewaan dan perbedaan itu.

Namun dapat dipastikan bahwa perbedaan yang ada tentu mengakibatkan fungsi utama yang harus mereka emban masing-masing. Di sisi lain dapat pula dipastikan tiada perbedaan dalam tingkat kecerdasan dan kemampuan berfikir antara kedua jenis kelamin itu. Al-Quran memuji ulul albab yaitu yang berzikir dan memikirkan tentang kejadian langit dan bumi. Zikir dan pikir dapat mengantar manusia mengetahui rahasia-rahasia alam raya. Ulul albab tidak terbatas pada kaum laki-laki saja, tetapi juga kaum perempuan, karena setelah Al-Quran menguraikan sifat-sifat ulul albab ditegaskannya bahwa “Maka Tuhan mereka mengabulkan permintaan mereka dengan berfirman; “Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan”. (QS. Ali Imran: 195). Ini berarti bahwa kaum perempuan sejajar dengan laki-laki dalam potensi intelektualnya, mereka juga dapat berpikir, mempelajari kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka pikirkan dari alam raya ini.

Jenis laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah. Memang ada ayat yang menegaskan bahwa “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri)” (QS. An-Nisa’: 34), namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi Al-Quran memerintahkan untuk tolong menolong antara laki-laki dan perempuan dan pada sisi lain Al-Quran memerintahkan pula agar suami dan istri hendaknya mendiskusikan dan memusyawarahkan persoalan mereka bersama.

Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan derajat tingkat yang lebih tinggi dari perempuan. Bahkan ada ayat yang mengisyaratkan tentang derajat tersebut yaitu firmanNYA, “Para istri mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu derajat/tingkat atas mereka (para istri)” (QS. Al-Baqarah: 228). Kata derajat dalam ayat di atas menurut Imam Thabary adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa laki-laki bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena itu, laki-laki yang memiliki kemampuan material dianjurkan untuk menangguhkan perkawinan. Namun bila perkawinan telah terjalin dan penghasilan manusia tidak mencukupi kebutuhan keluarga, maka atas dasar anjuran tolong menolong yang dikemukakan di atas, istri hendaknya dapat membantu suaminya untuk menambah penghasilan.

Jika demikian halnya, maka pada hakikatnya hubungan suami dan istri, laki-laki dan perempuan adalah hubungan kemitraan. Dari sini dapat dimengerti mengapa ayat-ayat Al-Quran menggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan, suami dan istri sebagai hubungan yang saling menyempurnakan yang tidak dapat terpenuhi kecuali atas dasar kemitraan. Hal ini diungkapkan Al-Quran dengan istilah ba’dhukum mim ba’dhi – sebagian kamu (laki-laki) adalah sebahagian dari yang lain (perempuan). Istilah ini atau semacamnya dikemukakan kotab suci Al-Quran baik dalam konteks uraiannya tentang asal kejadian laki-laki dan perempuan (QS. Ali Imran: 195), maupun dalam konteks hubungan suami istri (QS. An-Nisa’: 21) serta kegiatan-kegiatan sosial (QS. At-Taubah: 71).Kemitraan dalam hubungan suami istri dinyatakan dalam hubungan timbal balik: “Istri-istri kamu adalah pakaian untuk kamu (para suami) dan kamu adalah pakaian untuk mereka” (QS. Al-Baqarah: 187), sedang dalam keadaan sosial digariskan: “Orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan yang ma’ruf) dan mencegah yang munkar” (QS. At-Taubah: 71). Selain itu kita harus mempertimbangkan bahwa Allah mempunyai nilai dan tujuan tertentu dengn membagi manusia kedalam jenis pria dan wanita.Jika tidak deikian, maka tidak ada tujuan dan nilai sama sekali. Keberadaan laki-laki dan perempuan sangatlah penting untuk memastikan kelangsungan hidup manusia. Masing-masing memiliki sifat-sifat yang berbeda tetapi sama-sama berharga dan bernilai. Masing-masing memiliki tugas yang berbeda tetapi sama-sama berharga dan harus saling menghargai. Seperti dinyatakan dalam al-Quran,yang artinya: …dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan…(Q.S 3;36).

Sebagaimana telah diketahui dalam sejarah, Islam sesungguhnya mempunyai andil besar dalam meretas belenggu kultur arab Jahiliyyah yang telah menjerat harkat kemanusiaan. Islam adalah agama yang sangat mempedulikan dan mengajarkan prinsip-prinsip keadilan. Dalam hal ini "keadilan dalam perspektif Islam" Demikian menurut Baqirshahi yang dikutif Muhammad Salik. Hal ini, membuktikan bahwa islam merupakan agama yang penuh dengan cita-cita sosial. Sebagai gerakan cultural, Islam mendobrak keterbelakangan dan melepaskan bekenggu yang mengikat harkat kemanusiaan.

2 komentar:

Sutikno mengatakan...

salam kenal....
saya mau tanya... menurut anda gimana cara menjadi pemimpin yang baik?? tolong comment blog saya ya...

Unknown mengatakan...

gender = perbedaan jenis kelamin?
bisa di bilang itu ya??

thanks atas infonya :)